top of page

Pengadaan Barang dan Jasa

Perka LKPP No. 17 Tahun 2012 tentang e-Purchasing
Perka LKPP No. 17 Tahun 2012 tentang  e-Purchasing

 

Perka LKPP No. 18 Tahun 2012 tentang Tata Cara e-Tendering
Perka LKPP No. 18 Tahun 2012 tentang Tata Cara e-Tendering

 

Syarat dan Ketentuan Pembelian Barang Secara Online

Syarat dan Ketentuan Pembelian Barang Secara Online

 

LPSE-LKPP E-Proc

LPSE - LKPP

 

Agregrasi ADP Inaproc (Single Sign On) 

Agregrasi ADP Inaproc (Single Sign On) 

 

Petunjuk Penggunaan e-purchasing

Petunjuk Penggunaan e-purchasing untuk Pejabat Pengadaan

 

Petunjuk Penggunaan e-purchasing PPK

Petunjuk Penggunaan e-purchasing

 

Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 14 Tahun 2012

Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 14 Tahun 2012

 

Bab I – Perencanaan Umum Pengadaan Barang/Jasa

Bab II – Pengadaan Barang

Bab III – Pengadaan Pekerjaan Konstruksi

Bab IV – Konsultan Badan Usaha

Bab V – Konsultan Perorangan

Bab VI – Konsultan ICB

Bab VII – Pengadaan Jasa Lainnya

Bab VIII – Pelaksanaan Swakelola

 

Perka LKPP Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tentang Pelimpahan Kewenangan Dari Pengguna Anggaran Kepada Kuasa Pengguna Anggaran Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

 

Perka LKPP Nomor 1 Tahun 2015 Tentang E-Tendering

 

Perka LKPP Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Unit Layanan Pengadaan

 

 

 

Konsep Dasar Pengadaan Barang Jasa Pemerintah

Tugas Pokok dan Kewenangan PA/KPA/PPK

 Tutorial e-Purchasing - e-Catalogue LKPP

Para Pihak Dalam Pengadaan Barang/ Jasa

Etika Pengadaan Barang/ Jasa

Tutorial e-Purchasing - e-Catalogue LKPP

Tata Cara Penunjukan Langsung Kendaraan 

 

Pengadaan kendaraan bermotor yang menggunakan mekanisme penunjukan langsung sesuai dengan Perpres 70 Tahun 2012 Pasal 38 Ayat 5 e dengan bunyi "pengadaan kendaraan dengan harga khusus untuk pemerintah yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat". Penunjukan langsung dengan mengundang 1 penyedia barang/konstruksi/jasa lainnya yang dinilai mampu melaksanakan pekerjaan dan/atau memenuhi kualifikasi. Penunjukan langsung harus dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Tata cara penunjukan langsung kendaraan dengan menggunakan SPLKB

 

  • Inventarisir dulu kebutuhan akan kendaraan kantor antara lain:

    • Lihat RKKAKL

    • Kendaraan untuk siapa? Eselon I/II/Operasional

    • Lihat dealer/penyedia  yang menggunakan kontrak payung di Inaproc berdasarkan jenis kendaraan yang kita inginkan

    • Survey harga mobil dibeberapa dealer atau subdealer (untuk memastikan harga) dengan melihat acuanHPS di Inaproc.

    • Siapkan Dokumen Penunjukan Langsung Non Darurat

    • Dilakukan oleh siapa Pejabat Pengadaan? atau Panitia Pengadaan?

    • Siapa KPA dan PPK 

  • Undang penyedia kendaraan (boleh penyedia yang kontrak payung atau dealer terdekat yang dapat menyediakan kendaraan pemerintah) hal yang yang dilakukan antara lain:

    • Konfirmasi Jenis Kendaraan yang diinginkan

    • Negosiasi harga (memegang acuan HPS yang di web inaproc

      • Negosiasi dilakukan dengan menggunakan acuan harga plat merah on the road harus lebih kecil dari palt hitam on the road

      • Negosiasi harga dilakukan untuk mendapat harga satuan yang diharapkan lebih rendah apabila volume pengadaan kendaraan lebih dari satu.

    • Tanggal tagihan, tanggal bayar, tanggal datang STNK, tanggal datang kendaraan, dan tanggal datang BPKB

  • Setelah mendapatkan data-data yang diminta tersebut diatas lalu mengisi aplikasi SPLKB

    • Dengan login menggunakan user id dan pasword

    • Pilih PL Kendaraan Bermotor

    • Klik Buat Paket

    • Isi data2 berupa

      • Informasi K/L/D/I

      • Persiapan

      • Proses penunjukan Langsung

      • Penunjukan Penyedia Barang (diisi setelah Proses Berlangsung) Simpan

      •  

    • Klik Tambah Kendaraan 

      • Isi jenis kendaraan dan Wilayah (muncul SBU Secara otomatis)

      • Data penyedia

      • Jenis Kendaraan

      • Jumlah Pesanan lalu Simpan

    •  Survey pasar (isi data-data survey)

    •  Negosiasi harga dan teknis (Isi) lalu simpan

    • Klik template kontrak (download)Setelah data-data kendaraan yang akan ditunjuk langsung lengkap, Panitia Pengadaan / ULP mewakili peran PPK untuk men-download contoh format Kontrak Pengadaan dan diberikan kepada PPK yang akan melakukan kontrak dengan Penyedia. Kesepakatan yang sudah ada dalam contoh format Kontrak dapat ditambah maupun dikurangi sesuai dengan perjanjian yang disepakati antara PPK dengan Penyedia

    • Cetak Surat Pesanan, setelah kontrak ditandatangani oleh PPK dan Penyedia, Panitia Pengadaan / ULP memasukkan informasi kontrak yang diperlukan pada SPLKP untuk mencetak Surat Pesanan. Panitia Pengadaan / ULP mewakili peran PPK untuk mencetak Surat Pesanan dalam SPLKP. Setelah Surat Pesanan dicetak, Panitia Pengadaan / ULP dapat memberikan Surat Pesanan tersebut kepada PPK untuk ditandatangani oleh PPK dan Penyedia

    • Pembayaran serta serah terima kendaraan, STNK, dan BPKB, setelah Surat Pesanan disampaikan kepada Penyedia, Penyedia akan mengirimkan tagihan pembayaran. Panitia / ULP memasukkan tanggal tagihan, tanggal pembayaran, tanggal datang kendaraan, tanggal datang STNK, dan tanggal datang BPKB ke dalam SPLKP. 

  • Referensi:Perpres 70 Tahun 2012

  • Perka Nomor 3 Tahun 2012Inaproc

  • Sistem aplikasi SPLKB 

  • See more at: http://vidije.blogspot.com/2012/10/tata-cara-penunjukan-langsung-kendaraan.html#sthash.42m5R8Nb.dpuf

Pengadaan Langsung Jasa Lainnya

 

 

Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai berikut:merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;teknologi sederhana;risiko kecil; dan/ataudilaksanakan oleh Penyedia orang perseorangan dan/atau badan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.

 

Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan. Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar kepada Penyedia yang memenuhi kualifikasi. Bukti perjanjian untuk pengadaan langsung hanya bukti pembelian, kuitansi hingga SPK saja. Untuk pengadaan langsung yang menggunakan bukti pembelian tidak diperlukan HPS.

 

Untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan bukti pembelian/ kuitansi, penyedia tidak diwajibkan untuk menyampaikan formulir isian kualifikasi. Untuk yang menggunakan SPK, apabila menurut pertimbangan Pejabat Pengadaan Penyedia memang memiliki kompetensi, formulir isian kualifikasi juga tidak diwajibkan.

 

Metode ini dikenal juga dengan preknowledge yaitu pejabat pengadaan cukup menilai kompetensi penyedia berdasarkan pengetahuan awal. Misal untuk pengadaan langsung jasa percetakan maka penyedia jika yang memiliki usaha percetakan, tidak perlu dipaksa untuk mengisi formulir isian kualifikasi.

 

Perpres 54/2010 pasal 56 ayat 4a menegaskan bahwa proses penilaian kualifikasi untuk pengadaan langsung barang/jasa lainnya tidak dilakukan. Hal ini juga ditegaskan dalam Perka 14/2012 tentang pengadaan langsung barang bahwa penilaian persyaratan kualifikasi Penyedia dapat tidak dilakukan untuk pengadaan langsung.

 

Meskipun demikian terkait dengan peraturan perpajakan maka disisi bukti pembayaran pejabat pengadaan dan PPK harus tetap memperhatikan kelengkapan pembayaran seperti bukti pembayaran PPN untuk nilai pembelian diatas Rp.1.000.000,- dan PPH untuk nilai diatas Rp.2.000.000,-. Termasuk juga kewajiban memiliki NPWP bagi pemilik usaha mikro atau NPWP Badan Usaha untuk usaha kecil atau koperasi kecil.

 

Dokumen pengadaan langsung menggunakan bukti pembelian/kuitansi menggunakan dokumen pengadaan sederhana seperti yang pernah diatur dalam pasal 3a Perka LKPP Nomor 2 tahun 2011. Isi dokumen pengadaan barang/jasa pemerintah yang tidak menggunakan SPK sekurang-kurangnya memuat:

 

Volume pekerjaanHarga Perkiraan Sendiri (HPS) (Untuk yang memerlukan HPS)Spesifikasi (teknis).

 

Sebagai tambahan sebaiknya semua proses dibuatkan kertas kerja berisi riwayat proses pengadaan langsung. Format tidak baku terpenting poin-poin proses termaktub didalamnya.

 

Pemilihan Penyedia Barang dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan dengan dua cara yaitu:

 

Pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi.Permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan barang yang menggunakan SPK. 

 

Pejabat Pengadaan menggunakan metode evaluasi sistem gugur.

Tahapan dan Jadwal Pengadaan Langsung

Tahapan Pengadaan Langsung meliputi:pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk pengadaan yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; ataupermintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk pengadaan yang menggunakan SPK;Penyusunan jadwal pelaksanaan Pengadaan Langsung diserahkan kepada Pejabat Pengadaan.

 

Tanda bukti perjanjian untuk Pengadaan Langsung yang bernilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan tidak menggunakan bukti pembelian dan kuitansi adalah SPK.

 

Pelaksanaan Pengadaan Melalui Pengadaan Langsung

Pejabat Pembuat Komitmen meminta Pejabat Pengadaan untuk melakukan proses pengadaan langsung.

 

permintaan ini dapat dilakukan secara kolektif berdasarkan rincian paket pekerjaan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang nilai paketnya memenuhi syarat untuk dilakukan pengadaan langsung. Misal PPK membuat rekapitulasi paket pekerjaan yang tertuang dalam RUP dalam bentuk tabel paket pekerjaan dengan nilai dibawah 200 juta rupiah. Kemudian tabel ini diserahkan kepada Pejabat Pengadaan untuk ditetapkan metode pengadaan dan dilakukan proses. Tabel atau surat perintah minimal berisi Volume pekerjaan, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) (Untuk yang memerlukan HPS), Spesifikasi (teknis) dan bukti perjanjian yang akan didapatkan.

 

Dalam menetapkan bukti perjanjian yang didapatkan PPK harus mempertimbangkan ketentuan mekanisme perbendaharaan negara/daerah terkait metode pembayaran disisi keuangan lihat artikel Pengadaan Langsung dan Bukti Perjanjian.Pejabat Pengadaan melakukan kaji ulang atas surat perintah/tabel paket pekerjaan.

 

Dalam proses kaji ulang ini pejabat pengadaan dapat mengusulkan perubahan spesifikasi, HPS serta bukti perjanjian.Pejabat Pengadaan menetapkan cara pengadaan langsung.

 

Pejabat pengadaan menetapkan apakah akan dilakukan pembelian/pembayaran langsung atau permintaan penawaran penyedia.pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk pengadaan yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, meliputi antara lain:Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan dan harga, antara lain melalui media elektronik dan/atau non-elektronik;Pejabat Pengadaan dapat membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda (apabila diperlukan);Pejabat Pengadaan dapat melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan Penyedia dengan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan (apabila diperlukan);negosiasi harga dapat dilakukan berdasarkan HPS (apabila diperlukan);dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dapat dinyatakan gagal dan dapat dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan mencari Penyedia lain.permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Penyedia untuk pengadaan yang menggunakan SPK, meliputi antara lain:Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan dan harga, antara lain melalui media elektronik dan/atau non-elektronik;Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2 (dua) sumber informasi yang berbeda;Pejabat Pengadaan mengundang calon Penyedia yang diyakini mampu untuk menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga;undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumen-dokumen lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan;Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan;Pejabat Pengadaan membuka penawaran dan mengevaluasi administrasi dan harga serta melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga untuk mendapatkan Penyedia dengan harga yang wajar serta dapat dipertanggungjawabkan;negosiasi harga dilakukan berdasarkan HPS;dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, maka Pengadaan Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan mengundang Penyedia lain;Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung yang terdiri dari:nama dan alamat Penyedia;harga penawaran terkoreksi dan harga hasil negosiasi;unsur-unsur yang dievaluasi (apabila ada);keterangan lain yang dianggap perlu; dantanggal dibuatnya Berita Acara.Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung kepada PPK;PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:bukti pembelian dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);kuitansi dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); atauSurat Perintah Kerja (SPK) dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

 

 

 

Kepala ULP tidak Berwenang dalam Pelelangan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Memasuki tahun 2014 posisi Unit Layanan Pengadaan (ULP) menjadi semakin dikenal oleh semua pihak, khususnya para insan pengadaan barang/jasa pemerintah. Peran sentral dan strategis ULP dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah mulai dirasakan. Apalagi Perpres 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah melalui Perpres 70/2012 pasal 130 ayat 1 tegas sekali mengamanatkan bahwa ULP wajib dibentuk Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi paling lambat pada Tahun Anggaran 2014.

Kemudian pasal 1 ayat 8 pada perpres yang sama mendefinisikan ULP adalah unit organisasi Kementerian/Lembaga/PemerintahDaerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Peluang posisi struktural ataupun penguatan peran kelembagaan menjadi sisi yang cukup menggiurkan sebagian pihak.

Dengan gambaran ini maka posisi Kepala ULP pun menjadi titik sentral. Titik ini rentan terhadap perebutan posisi struktural. Sebaliknya juga posisi Kepala ULP juga menjadi sumber “ketakutan” terkait peran dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang sekarang lekat sekali dengan risiko hukum. Dalam benak umum Kepala ULP dianggap sebagai figur sentral yang paling menentukan dalam setiap keputusan pengadaan barang/jasa terutama pemilihan penyedia. Perlu ditegaskan bahwa pemahaman ini sangat-sangat keliru.

Untuk menjelaskan ini perlu kiranya dibahas beberapa topik seputar Kepala ULP melalui jawaban atas pertanyaan umum tentang ULP.

  • Yang mana yang benar antara Ketua ULP dengan Kepala ULP?

    Perpres 70/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melakukan perubahan yang signifikan tentang definisi Kelompok Kerja (Pokja) ULP dan ULP. Hal ini menegaskan bahwa ada perbedaan yang tegas antara Pokja ULP dengan ULP khususnya tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing.

    Tidak satupun kalimat Ketua termaktub dalam Perpres 54/2010 dan perubahannya. Yang ada hanyalah Kepala itupun yang melekat kepada ULP adalah Kepala ULP. Hal ini dapat ditemukan pada pasal 17. Dengan demikian Perpres 54/2010 dan perubahannya hanya mengenal Kepala ULP tidak ada Ketua ULP.

  • Apakah ULP dan Pokja ULP berbeda?

    Jawabannya Ya! ULP adalah wadah atau lembaga atau unit organisasi yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan di bidang Pengadaan Barang/Jasa seperti tertuang pada Pasal 14 ayat 1 Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan di bidang Pengadaan Barang/Jasa

    Sedangkan Pokja adalah sekelompok ahli pengadaan di dalam ULP yang ditugaskan untuk melaksanakan fungsi teknis pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah dari mulai perencanaan pemilihan penyedia sampai dengan menetapkan pemenang. Pemegang penuh kewenangan pemilihan penyedia.

    Hal ini tertuang tegas dalam pasal 15 ayat 1 bahwa Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam ULP dilakukan oleh Kelompok Kerja ULP.

  • Apakah Kepala ULP wajib bersertifikat?

    Kepala ULP tidak wajib bersertifikat karena Kepala ULP tidak terlibat dalam proses pemilihan penyedia. Namun demikian seorang Kepala ULP sebagai koordinator kesekretariatan lembaga ULP wajib memiliki persyaratan manajerial. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 17 ayat 1 dan 1 a berikut ini:

    Pasal 17 (1) Kepala ULP/Anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    memiliki integritas, disiplin, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

    memahami pekerjaan yang akan diadakan;

    memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;

    memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

    memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan; dan

    menandatangani Pakta Integritas.

    (1a) Persyaratan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa pada ayat (1) huruf e dapat dikecualikan untuk Kepala ULP.

  • Apakah Kepala ULP berwenang menetapkan pemenang?

    Jawabannya tegas sekali tidak! Kepala ULP hanyalah koordinator aktivitas/kegiatan lembaga ULP. Sementara proses pemilihan penyedia sepenuhnya dilaksanakan oleh Pokja ULP. Dimana anggota pokja ULP ditetapkan oleh kepala K/L/Pemerintah Daerah/Instansi sedangkan Kepala ULP hanya berwenang menetapkan susunan keanggotaan pokja ULP kemudian menerima laporan hasil kerja Pokja ULP. Hal ini tertuang tegas dalam pasal 17 ayat 2a berikut ini :

    (2a) Tugas pokok dan kewenangan Kepala ULP meliputi:

    memimpin dan mengoordinasikan seluruh kegiatan ULP;

    menyusun program kerja dan anggaran ULP;

    mengawasi seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa di ULP dan melaporkan apabila ada penyimpangan dan/atau indikasi penyimpangan;

    membuat laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi;

    melaksanakan pengembangan dan pembinaan Sumber Daya Manusia ULP;

    menugaskan/menempatkan/memindahkan anggota Kelompok Kerja sesuai dengan beban kerja masing-masing Kelompok Kerja ULP; dan

    mengusulkan pemberhentian anggota Kelompok Kerja yang ditugaskan di ULP kepada PA/KPA/Kepala Daerah, apabila terbukti melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan dan/atau KKN.

  • Apakah Kepala ULP tidak boleh menjadi anggota pokja?

    Sebagai individu yang bisa saja mempunyai kompetensi teknis untuk melaksanakan pemilihan penyedia seorang kepala ULP dapat saja menjadi salah satu anggota pokja pada paket pengadaan tertentu. Namun demikian seluruh keputusan pokja ditentukan bersama atau keputusan diambil berdasarkan kesepakatan minimal ½ dari anggota pokja. Jadi meskipun merangkap menjadi anggota Pokja sang Kepala ULP juga tidak punya hak veto untuk menetapkan pemenang apalagi mempengaruhi pemenang di setiap pelelangan.

    Semoga dengan sedikit uraian ini posisi dan peran Kepala ULP menjadi tetap di dalam khittahnya yaitu sebagai manajer pelayanan dan pembinaan pengadaan agar menjadi lebih strategis, terkoordinasi dan tertib administrasi. Lebih penting dari itu seorang Kepala ULP harus mampu mendorong pengadaan barang/jasa menjadi lebih strategis melalui peningkatan peran ULP sebagai Center of Procurement Excellence yang melingkupi antara lain :

  • Institutional Capacity Building. Dengan dibentuknya ULP maka diharapkan dapat meningkatkan kapasitas institusi (ULP) secara terencana dan berkelanjutan, termasuk di dalamnya pembinaan dan pengembangan SDM ULP dan pengembangkan prosedur dan tata kerja terkait pengadaan.

  • Center of Information. Karena sifatnya yang permanen, maka diharapkan informasi-informasi terkait pengadaan dapat terkompilasi dan terintegrasi dengan baik dan lengkap sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat informasi pengadaan. ULP dapat menjadi pusat informasi yang dapat menjadi rujukan bagi organ pengadaan lain seperti Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan pihak terkait lainnya yang membutuhkan. Berbagai data dan informasi seperti (daftar hitam penyedia, daftar asuransi/bank penjamin/lembaga penjaminan, rincian harga pasar, dan lain sebagainya).

  • Center of Education. ULP dalam hal ini dapat melaksanakan fungsi konsultatif bagi organ pengadaan lain, misalnya PA/KPA dalam membuat Rencana Umum Pengadaan ataupun PPK dalam melaksanakan tugasnya (menyusun Harga Perkiraan Sendiri, rancangan kontrak, dan lain sebagainya). ULP pun dapat melaksanakan fungsi pengembangan dan pendidikan keahlian di bidang pengadaan barang/jasa.

  • Center of Integrity. Pembentukan ULP juga diharapkan dapat mencegah terjadinya KKN antar para pihak.

  • Center of Procurement Advocacy. ULP diharapkan juga dapat menjadi pusat pendampingan penanganan sanggah, sanggah banding, pengaduan dan permasalahan hukum lainnya. Hal ini penting agar seluruh pelaksana pengadaan tidak mudah terjerumus ke dalam permasalahan hukum baik administrasi, perdata maupun pidana. Disisi lain para pelaksana pengadaan juga mendapatkan rasa aman dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

  • Center of Procurement Planning, Research and Development. ULP harus mampu menjadi motor penggerak perubahan mindset dan implementasi pengadaan kearah yang lebih strategis. Memberikan pencerahan, sosialisasi dan masukan bagi proses perencanaan, penganggaran dan program yang berwawasan pengadaan yang strategis bukan hanya taktis operasional.

Akhirul kalam semoga tegas dan jelas bahwa Kepala ULP tidak berwenang dalam pemilihan penyedia apalagi pelelangan. Sumber

bottom of page